Review Buku - An Abundance of Katherine by John Green

  *repost from hive.blog/viviehardika


Ini adalah buku kedua John Green yang sudah kutandaskan setelah Let It Snow. Aku telah mengusahakan waktu seefesien mungkin dalam membaca novel ini, seperti aku bisa membacanya sembari menunggu bus untuk pergi ke kantor, lalu berdiam diri di sebuah restoran ketika janjian dengan teman, lalu banyak waktu yang kucuri ketika dalam perjalanan pulang kantor untuk membaca novel ini. Sungguh menyenangkan sekali bisa selalu membawa buku ini kemana-mana hanya untuk membacanya.

 Aku memilih buku ini sebagai buku kedua dari 4 buku John Green yang kubeli preloved dari temanku, karena aku penasaran dengan judulnya. Aku ingin tahu bagaimana kisah si tokoh utama dengan para Katherines, and here we go…



The Main Story Highlights

 An Abundance of Khaterines bercerita tentang Colin Singleton yang baru saja dicampakkan oleh Khaterines ke 19. Colin memiliki kisah yang sungguh aneh dimana dia berpacaran sebanyak 19 kali dan kesemua girlfriend-nya bernama Khaterines. Ini sungguh aneh namun keanehan itu nyata bagi Colin. Remaja berusia 18 tahun itu disebut bayi ajaib oleh sahabatnya yang bernama Hasan  Harbish itu juga remaja jenius yang suka membuat teori dan anagram. Kepribadian lainnya adalah selalu tertarik oleh perempuan yang bernama Katherines yang kemudiannya mencampakkannya hanya dalam beberapa hari, sehingga di usianya yang belum 20 tahun dia sudah dicampakkan 19 Katherines.

 Karena tidak ingin sahabatnya berlarut-larut dalam kesedihan akibat diputuskan oleh Khaterine ke 19 dalam hidupnya, Hasan berinisiatif mengajak Colin berpelesiran tanpa tujuan dengan mobil tua bernama Kereta Jenazah. Perjalanan Colin dan Hasan pun dimulai sejak pertama kali mereka menginjak gas untuk melalui jalan-jalan menuju Archeduke Franz Ferdinand berada. Siapa sangka akhirnya mereka bertemu dengan Lindsey Lee Wells yang kemudian mengajak mereka bekerja di pabrik ritel. Ide untuk menerima pekerjaan itu berasal dari Hasan yang sebelumnya memutuskan untuk cuti kuliah karena (mungkin) tidak memiliki biaya untuk itu dan harus bekerja.

Kemudian kisah antara Colin, Hasan, Lindsey, pacar Lindsey yang juga bernama Colin dan Katrina yang lain pun dimulai di sini. Dalam pelarian yang membawa Colin dan Hasan menjadi pekerja, hubungan Colin dan Lindsey pun terbangun, namun sayangnya ada Colin lain yang menghalangi Colin Singleton.

 

Hal pertama yang terbesit dalam pikiranku ketika membaca kisah Colin dan Hasan ini adalah wow. Bagaimana bisa seseorang tertarik untuk berkencang dengan gadis bernama sama sejak kecil—ya Colin sudah mengakui bahwa dia berpacaran sejak umur yang masih kecil. Lalu aku tertarik sekali dengan karakter sahabat Colin, yakni Hasan Harbish. Aku berpikir, bagaimana bisa seorang John Green bisa sangat tolerate dengan memasukkan satu karakter muslim dengan detail yang sangat baik. Dia menjadikan karakter Hasan benar-benar tepat—dari bagaimana dia beribadah, berdoa, dan larangan-larangan agamanya—aku harus memuji John Green untuk ini.

 

Ketika karakter mulai bertambah aku tampaknya mulai kesulitan menikmati buku ini. terlalu banyak karakter yang singgah dan namanya pun disingkat, sehingga aku yang lupa ini pun menjadi tidak tahu dan harus membaca ulang. Namun karena aku penasaran dengan nasib Colin dan kisah Hasan yang baru pertama kali memiliki kekasih seumur hidupnya itu, maka aku melanjutkannya secara perlahan-lahan. Ada bagian yang sangat menegangkan yang mampu membuatku membolakan mata. Aku sama kagetnya dengan tokoh-tokoh yang ada di sana.

 

Selain itu, aku baru tahu bahwa lebah dan tawon memiliki perbedaan yang sangat tipis. Thanks to Colin yang telah menjelaskannya, karena jika tidak, aku pasti tidak akan tahu bahwa keduanya berbeda.

 

Buku ini kurate 3 dari 5. Aku berharap buku selanjutnya lebih menarik.








Komentar